Ayam buras di indonesia berkembang seiring dengan berkembangnya budaya masyarakat pedesaan, sehingga ayam butas telah di terima sebagai bagian dari kehidupan, masyarakat. Sejarah perkembangan ayam piaraan di mulai dari Asia Tenggara, khususnya dari daerah Birma pada 6.000 tahun sebelum Masehi dan ayam ini di yakini sebagai nenek moyang dari ayam-ayam baru dikembangkan 600 tahun sebelum Masehi (Stevens, 1991 dan Crawford, 1995). Dari Asia Tenggara, ayam ini kemudian tersebar di India, Eropa dan Amerika. Di dunia ini dikenal lebih dari 6.000 spesies unggas, tetapi hanya beberapa spesies yang telah mengalami domestikasi, satu diantaranya adalah ayam buras.
Teori
Monophyletic Origin yang di kemukakan oleh Darwin pada tahun 1868 menyebutkan bahwa asal usul ayam piaraan termasuk ayam buras merupakan keturunan dari satu spesies
Gallus gallus. Lima puluh tahun kemudian Ghigi mengajukan teori
Polyphyletic Origin yang menyatakan bahwa ayam piaraan sekarang berasal dari persilangan beberapa spesies
Gallus gallus, Gallus sonneratii, Gallus lafayetti, dan Gallus varius. Akibat persilangan beberapa
gallus tersebut akhirnya memberikan perbedaan dan persamaan warna bulu pada ayam piaraan. Adannya variasi warna bulu tersebut, secara sporadis, sering kali ditemukan pada ayam buras dengan bulu leher gundul (
Legund) dan ayam buras walik yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan hidupnya di daerah tropis (Sidadolog, 1993 dan Sidadolog, dkk., 1996).
Jika kita sedang berbincang tentang ayam buras atau ayam kampung maka akan muncul pertanyaan, seperti apa ayam buras itu? Sulit untuk menjawab secara tegas karena ayam buras itu beragam sekali, baik dari warna bulu, bentuk jengger, cuping telinga sampai ukuran tubuh, Meskipun sulit tetapi orang akan dapat memilih atau membedakan dengan mudah dan benar antara ayam ras dan ayam bukan ras (buras) jika dihadapkan langsung di depannya. Sampai saat ini gambaran kita tentang ayam buras adalah ayam yang keliaran kemana-mana, makan apa saja, dan hidupnya nyaris tak terurus, tetapi dagingnya lezat dan telurnya bisa untuk jamu. Namun demikian beberapa ayam buraas dapat di jumpai antara lain ayam Kedu Hitam, Merawang, Pelung, Nunukan dan lain-lain yang setiap jenis ayam buras memliki spesifikasi tertentu.
Pada awal 1990, masyarakat mengembangkan ayam persilangan (
crossing), yaitu ayam hasil silangan antara ayam buras betina dengan jantan petelur putih atau ayam petelur coklat dengan ayam kate, dengan tujuan untuk menghasilkan telur lebih banyak menyerupai telur ayam buras. Bersamaan itu pula muncul ayam petelur Arab yang dapat memproduksi telur hampir sama dengan ayam ras petelur tipe ringan dan sampai sekarang masih berkembang di masyarakat dan mulai di gali potensi ayam asli daerah seperti Ayam Merawang dari Sumatera Selatan. Pada dekade 2000 ini, muncul lagi bangsa ayam buras
strain Ayam Buras Super, yaitu silangan ayam buras dengan ayam ras, namun ayam buras yang betulbetul mampu hidup sederhana atau alamiah itulah yang tetap bertahan sampai saat ini.